BUTON – Selain dikenal sebagai pemilik benteng terluas di dunia, Buton juga dikenal memiliki pesona alam yang sangat indah serta aneka ragam budayanya, semua ini menjadi padu sebagai sebuah kekayaan yang terus dijaga dan dibanggakan oleh masyarakat Buton.
Kebanggaaan tersebut tercermin pada tradisi dan budaya masyarakatnya yang masih terjaga hingga kini, termasuk berkomunikasi dalam aktifitas sehari-hari masih menjaga dan melestarikan bahasa daerah yang mereka miliki.
Buton memiliki potensi untuk mengembangkan dan menarik minat wisatawan melalui
keunikan bahasa yang dimilikinya, karena daerah ini memiliki banyak bahasa yang
masih aktif digunakan hingga saat ini.
Di Buton umumnya setiap wilayah atau perkampungan memiliki bahasa dan dialeknya sendiri, maka tak heran ketika Anda mengunjungi perkampungan orang Buton, Anda akan mendengarkan berbagai macam bahasa dan dialek tersebut dengan bentuk dan makna yang berbeda.
Mengapa di Jazirah Kepulauan Buton terdapat banyak bahasa dan memiliki dialek tersendiri..?
Bukan hanya Anda, pertanyaan ini juga terus mengiang dipikiran saya. Hingga
saat ini, belum ada yang dapat menjawabnya secara pasti. Entah sejak kapan
bahasa daerah yang ada di jazirah Kepulauan Buton ini ada dan mulai digunakan,
tapi pastinya penggunaan bahasa-bahasa daerah tersebut telah berlangsung lama
dan digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Buton.
Diduga banyaknya bahasa dan dialek tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan masyarakat Kepulauan Buton yang heterogen, migrasi penduduk, akulturasi budaya dan bahasa serta terjadinya proses sosial antar sub etnis.
Untuk mengobati rasa penasaran dan memuaskan kekaguman saya terhadap keberadaan
bahasa dan dialek yang dimiliki oleh masyarakat Buton, saya mulai mengamati dan
melakukan penelusuran hingga ke pelosok dan bercengkrama dengan warga lokal.
Yang menarik, setiap daerah tersebut dalam bertutur, bahasanya terdengar khas antara satu dengan yang lainnya sehingga keunikan ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Beberapa bahasa daerah tersebut diantaranya:
- Wolio
- Cia-Cia
- Pancana
- Kulisusu
- Busoa
- Kaimbulawa
- Kamaru
- Binongko
- Wanci
- Kaledupa
- Tomia
Selain bahasa, di Kepulauan Buton juga terdapat ragam dialek yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bagi masyarakat Buton, dialek tersebut diterima dan diakui sebagai bahasa baku bagi wilayahnya. Beberapa dialek tersebut diantaranya :
- Wasambua
- Laompo
- Masiri
- Labalawa
- Katobengke
- Kaisabu
- Todanga
- Lambusango
- Tumada
- Mawasangka
- Lakudo
- Bombonawulu
- Tira-tira
- Beneatiro
- Kioko
- Kambowa
Terkait bahasa yang ada di Kepulauan Buton, beberapa ahli dan peneliti mempunyai kesimpulan dan pendapat yang berbeda. Namun, secara umum bahasa-bahasa daerah tersebut di petakan menjadi 5 kelompok besar sesuai sebaran dan jumlah penuturnya, yakni bahasa Wolio, Cia-Cia, Pancana, Kaumbeda, dan Kulisusu.
Ragam bahasa daerah yang dimiliki oleh masyarakat Kepulauan Buton merupakan bagian dari mosaik kebudayaan Indonesia, dengan kata lain keunikan bahasa yang ada di Kepulauan Buton merupakan kekayaan budaya bangsa yang harus dijaga keberadaannya.
Penulis: Mukmin Wella
Editor: Sumarlin