BUTON TENGAH – Gua Koo Buton Tengah merupakan destinasi wisata dengan cerita rakyat menarik. Lokasinya masih di Buton Tengah yang terkenal dengan julukan Negeri Seribu Gua.
Nah salah satu gua yang menarik perhatian ini memiliki landscape luar biasa. Kita bisa menikmati pemandangan gua yang tergenang air jernih namun hijau asri di sekitarnya.
Selain memiliki pemandangan menarik, gua ini hadir dengan cerita rakyat yang beredar. Untuk para penggiat alam yang senang dengan nilai historical cocok berkunjung ke gua ini.
Destinasi ini terlihat seperti kolam segar yang luas. Namu sumber mata air ini merupakan gua yang memiliki kisah cukup tragis.
Wisata Gua Koo Buton Tengah
Nama Koo berasal dari seorang pemuda bernama La Koo. Ketika ia pergi ke dalam hutan dengan maksud mencari akar pohon untuk membuat tali.
Pada saat itu ia menemukannya, lalu bermaksud untuk memotongnya. Ketika ia menarik akar tersebut justru dari dalam tanah keluarlah mata air tersebut.
Sehingga terbentuklah sebuah lubang besar dan berbentuk gua. Karena peristiwa itulah gua ini mendapatkan namanya.
Namun terdapat cerita mengatakan bahwa pemuda tersebut jatuh dan meninggal dunia di gua tersebut. Maka ketika berkunjung pertama kali semua orang harus menyentuh airnya dan tidak boleh mengatakan hal yang tidak baik.
Jadi Tempat Acara Adat
Selain jadi destinasi wisata alam dan sumber mata air untuk kehidupan masyarakat sekitar. Gua asri yang satu ini jaga dijaga masyarakat dengan acara adat bernama Katutuhanooe.
Pelaksanaannya setiap tiga tahun sekali saja. Untuk Anda yang ingin berkunjung pada saat perayaan ini akan menikmati acara beramai-ramai.
Nah untuk ritual ini bertujuan menjaga mata air. Maka tidak boleh ada yang berendam bahkan menyentuh mata air ini agar tetap jernih dan terjaga.
Selain jadi destinasi wisata, gua ini memiliki nilai dan peran bagi masyarakat Buton Tengah. Jadi sebaiknya ketika berkunjung jaga etika dan jangan mengatakan hal yang menyinggung satu dan lain hal.
Gua Koo Buton Tengah memiliki pemandangan indah dan nilai historikal menarik. Cocok jadi destinasi wisata alam namun beredukasi.
Kontributor: Yulisnawati Abbas